Koperasi Zaman Now Dalam Persaingan Digital


Apa yang ada di benak kalian ketika mendengar kata “Koperasi” ?

Yang saya ingat adalah koperasi waktu sekolah adalah ruangannya kecil, bisa simpan pinjam, dan menggunakan sistem yang sederhana. Dulu sering banget beli keperluan sekolah di koperasi semisal buku dan peralatan tulis, dan bagi guru-guru, koperasi menjadi tempat untuk meminjam uang dengan proses yang sederhana, sangat membantu. Tidak heran koperasi dijuluki “soko guru” atau tulang punggung perekonomian nasional.

Well, tidak hanya koperasi sekolah, koperasi juga akrab dengan keluarga kami dalam bentuk simpan pinjam yang datang ke rumah-rumah / "door to door system". Kami di daerah sudah terbiasa dengan orang-orang yang datang untuk memungut uang pinjaman secara harian.

Berjalannya waktu, koperasi seperti tenggelam oleh waktu, fintech menjamur seiring berkembangnya teknologi 4.0 di Indonesia. Koperasi seperti terlupakan dan berjalan di tempat, entahlah mungkin era inovasi disruptif ini sangat berpengaruh bagi milenial sekarang.

Apa yang terjadi sebenarnya ?

Secara sederhana, jawabannya adalah “Sistem TI yang ketinggalan”

Jika kita kupas lebih dalam lagi, beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh koperasi pertama adalah bagaimana membangun infrastruktur TI dengan biaya investasi yang terjangkau, kemudian bagaimana memanfaatkan teknologi handphone dan internet untuk memperluas jangkauan layanan dan meningkatkan kualitas layanan, serta bagaimana memanfaatkan teknologi TI yang canggih tanpa harus memikirkan kemampuan SDM yang dimiliki koperasi, dalam kata lain Koperasi tidak perlu membayar mahal hanya untuk menggaji SDM.


Hal yang menarik lainnya adalah pertumbuhan UMKM atau Start Up semakin menjamur lho di Indonesia, nah sektor ini bisa menjadi target market dari Koperasi untuk bisa eksis. Namun koperasi harus bertransformasi dulu dong ya menjadi koperasi zaman now untuk merebut hati para milenial.

Ada beberapa data menarik berkenaan dengan pertumbuhan UMKM dan aktivitas digital berikut.

Menurut data yang dirilis McKensey and Company, ekonomi Indonesia akan terdongkrak sebesar 10% melalui aktivitas digital pada 2025*


Delloite‎ Access Economics, menunjukkan lebih dari sepertiga UMKM di Indonesia atau 36% masih bersifat offline dan sepertiga lainnya atau 37% hanya memiliki kemampuan online yang sangat mendasar seperti komputer atau akses broadband*

Data dari McKinsey Global Institute menyebutkan 18% yang memiliki kemampuan online menengah yaitu menggunakan web atau media sosial, 9%  pelaku UMKM yang sudah memiliki kemampuan bisnis online lanjutan dengan kemampuan e-commerce, dan hanya 5% UKM yang sudah mampu bertransaksi online*

UMKM tersebut membutuhkan dukungan layanan keuangan, semisal permodalan untuk mengembangkan bisnisnya. Nah disinilah saya lihat celah untuk koperasi masuk dan menjadi alternatif bagi para pelaku UMKM melalui koperasi digital.

Mengapa harus koperasi ?

Pertama karena industri perbankan nasional masih mempunyai kendala untuk memenuhi kebutuhan modal UMKM, bisa jadi persyaratan yang rumit yang biasanya belum bisa dipenuhi oleh para pelaku UMKM, alasan kedua adalah karena koperasi menjangkau wilayah hampir seluruh Nusantara. Koperasi dapat dengan mudah menyalurkan kredit bagi UMKM di pelosok daerah terpencil.

Transaksi juga menjadi opsi yang harus diperhatikan oleh koperasi, dengan smartphone ditangan, milenial mengharapkan semua solusi bisa dilakukan via handphone, semisal beli pulsa, pembayaran tagihan listrik, dan transfer uang.

Lalu teknologi seperti apa yang harus diadopsi oleh koperasi ?

Apa yang harus Koperasi Zaman Now lakukan ?

Dengan perkembangan teknologi, Koperasi harus segera beradaptasi dengan perkembangn tersebut dengan tetap memperhitungkan kemampuan. Untunglah sekarang sudah tersedia teknologi dengan sistem pay-per-use alias hanya membayar resource yang digunakan atau bahasa kerennya biasa disebut dengan OPEX.

Teknologi Komputasi awan bisa menjadi pilihan bagi koperasi untuk bertransformasi di era digital karena teknologi komputasi awan ini lebih ekonomis dan terjangkau karena memakai sistem sewa. Contoh nyata yang bisa dicoba adalah dengan membuat solusi digital terpadu khusus untuk koperasi, dengan mengadopsi core banking. Contoh core banking yang bisa diadopsi adalah pinjaman digital, tabungan digital, dan berbagai pembayaran yang bisa diakses via smartphone berbasis android, IOS, dan PC windows.

Credit Scoring juga bisa menjadi pilihan lain untuk koperasi simpan pinjam, yang akan mengotomatisasi seluruh proses pemberian pinjaman mulai dari "origination" hingga "reporting". Dengan sistem ini maka akurasi persetujuan pemberian pinjaman akan semakin meningkat, sehingga pelayanan kepada customer koperasi pun bisa semakin cepat dan canggih. Layanan credit scoring juga akan lebih maksimal jika digabungkan dengan sistem arsip dan ruang penyimpanan data secara digital yang menerapkan keamanan tinggi.


Pelayanan juga harus menjadi perhatian dong, apalagi sekarang hampir seluruh elemen masyarakat menggunakan sosial media, jika pelayanan kurang memuaskan bisa jadi customer akan "berkicau" di sosial media dan menjadi nilai negatif bagi suatu brand/perusahaan. Demikian juga dengan koperasi, pelayanan atau customer service juga perlu di upgrade. Saya menemukan teknologi yang mungkin bisa diadopsi oleh koperasi untuk meningkatkan layanan dalam berinteraksi dengan customer via verbal, gambar, maupun text.

Pelanggan / anggota koperasi bisa berinteraksi langsung via smarphone berbasis android dengan agen / petugas koperasi. Mereka bisa bertanya mengenai produk dan layanan dari koperasi secara online. Dengan demikian akan terjalin komunikasi dua arah yang efektif dan meningkatkan kepercayaan pelanggan dari koperasi itu sendiri.

Koperasi mempunyai kesempatan untuk bersaing di era digital, kembali menjadi soko guru yang diperhitungkan dalam perekonomian nasional dengan syarat bahwa koperasi harus mau bertransformasi, mengikuti perkembangan teknologi, karena koperasi mempunyai modal untuk itu. Saya yakin, koperasi akan menjadi solusi bagi start up ataupun UMKM untuk bersaing di era digital.

*Research McKensey and Company dan Delloite‎ Access Economics
*Data Grafis, indonesia.go.id dan sumber lainnya
*Desain Grafis, Karya penulis

Previous
Next Post »
0 Komentar